Minggu, 03 Maret 2013

Jembatan Ampera Ikon Wisata Kota Palembang

KAYUAGUNG RADIO - Propinsi Sumatera Selatan dengan ibukotanya Palembang memiliki beberapa ikon pariwisata yang tak kalah hebat dengan propinsi lain di Indonesia. Jembatan Ampera dan Sungai Musi yang menghubungkan wilayah seberang ulu dan seberang ilir, ibarat dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Keduanya merupakan urat nadi dan jantung kehidupan warga kota palembang sejak dahulu hingga sekarang. Perahu ketek adalah salah satu moda transportasi warga yang bisa mengantar hingga ke pelosok kampung melalui anak-anak sungai musi. Jembatan Ampera yang kokoh berdiri di atas sungai musi menjadi sarana bagi warga setempat untuk mengais rejeki sehari-hari. Mulai dari tukang fotografer dengan Ampera sebagai objek bidikannya, penarik perahu ketek yang mengantarkan seseorang yang ingin berkeliling sungai musi, hingga para awak media dari belahan nusantara yang ingin mengabadikan kemegahan jembatan dengan singkatan Amanat Penderitaan Rakyat. Sekilas mari kita lihat sejenak sejarah pembangunan Ampera.

Sejarah Jembatan Ampera
Pembangunan jembatan dimulai pada bulan April 1962-1965, setelah mendapat persetujuan dari Presiden Soekarno. Biaya pembangunannya diambil dari dana pampasan perang Jepang. Bukan hanya biaya, jembatan ini pun menggunakan tenaga ahli dari negara tersebut.
Pada awalnya, jembatan ini, dinamai Jembatan Bung Karno. Menurut sejarawan Djohan Hanafiah, pemberian nama tersebut sebagai bentuk penghargaan kepada Presiden RI pertama itu. Bung Karno secara sungguh-sungguh memperjuangkan keinginan warga Palembang, untuk memiliki sebuah jembatan di atas Sungai Musi. Peresmian pemakaian jembatan dilakukan pada tahun 1965, sekaligus mengukuhkan nama Bung Karno sebagai nama jembatan. Pada saat itu, jembatan ini adalah jembatan terpanjang di Asia tenggara. Setelah terjadi pergolakan politik pada tahun 1966, ketika gerakan anti-Soekarno sangat kuat, nama jembatan itu pun diubah menjadi Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat).

Keistimewaan Jembatan Ampera
Pada awalnya, bagian tengah badan jembatan ini bisa diangkat ke atas agar tiang kapal yang lewat dibawahnya tidak tersangkut badan jembatan. Bagian tengah jembatan dapat diangkat dengan peralatan mekanis, dua bandul pemberat masing-masing sekitar 500 ton di dua menaranya. Kecepatan pengangkatannya sekitar 10 meter per menit dengan total waktu yang diperlukan untuk mengangkat penuh jembatan selama 30 menit. Pada saat bagian tengah jembatan diangkat, kapal dengan ukuran lebar 60 meter dan dengan tinggi maksimum 44,50 meter, bisa lewat mengarungi Sungai Musi. Bila bagian tengah jembatan ini tidak diangkat, tinggi kapal maksimum yang bisa lewat di bawah Jembatan Ampera hanya sembilan meter dari permukaan air sungai.
Sejak tahun 1970, aktivitas turun naik bagian tengah jembatan ini sudah tidak dilakukan lagi. Alasannya, waktu yang digunakan untuk mengangkat jembatan ini dianggap mengganggu arus lalu lintas di atasnya. Pada tahun 1990, kedua bandul pemberat di menara jembatan ini diturunkan untuk menghindari jatuhnya kedua beban pemberat ini.

Hingga sekarang masyarakat palembang lebih suka memanggil jembatan ini dengan sebutan �Proyek Musi�. Sebagai salah satu ikon termegah di kota Palembang, Jembatan Ampera menjadi trademark para pelancong baik dari dalam maupun luar negeri. Namun seiring perkembangan zaman, padatnya arus lalu lintas yang melintas di atas jembatan ini seolah tak mampu lagi menampung kendaraan yang terus bertambah. Pemerintah daerah pun hingga kini terus berupaya segera merealisasikan pembangunan jembatan replika Ampera yang disebut proyek jembatan Musi III. 
 
Bukan hanya kulinernya saja, Jika anda jalan-jalan ke Palembang, tidak lengkap rasanya jika belum mengabadikan diri berfoto di jembatan ini. Geliat perekonomian warga di pelataran jembatan Ampera memang sudah menjadi ciri khas tersendiri. Berbagai aktivitas masyarakat setempat mulai dari pedagang di Pasar 16 Ilir, hingga bongkar muatan perahu jukung dari pelosok desa dari berbagai kabupaten di Sumatera Selatan menjadi pemandangan sehari-hari. Maklum, Palembang memang terkenal sebagai kota dagang baik nasional maupun internasional. Beragam hasil bumi dan kerajinan masyarakat Palembang mudah anda temui di kota mpek-mpek ini. 

Pelaksanaan SEA Games ke-26 pada November 2011, telah membuat semua mata nasional dan Asia, tertuju ke kota Palembang semakin membuat eloknya Jembatan Ampera. Jika anda jalan-jalan di bawah Jembatan Ampera ada tempat menarik lain yang bernama Pelataran Benteng Kuto Besak, salah satu peninggalan sejarah yang didirikan pada tahun 1780 oleh Sultan Muhammad Bahauddin (ayah Sultan Mahmud Badaruddin II). Gagasan benteng ini datangnya dari Sultan Mahmud Badaruddin I (1724-1758) atau dikenal dengan Jayo Wikramo. Proses pembangunan benteng ini didukung sepenuhnya oleh seluruh rakyat di Sumatera Selatan. Mereka pun menyumbang bahan-bahan bangunan maupun tenaga pelaksananya. Kini, berbagai acara kejuaran nasional atau sekedar promosi pariwisata sering di helat di Pelataran Benteng Kuto Besak yang menambah semakin apik dan meganya jembatan Ampera. Kurang afdol tidak melihat sendiri keelokan dan geliat perekonomian Jembatan Ampera, mari visit Sumatera Selatan.
Sumber : 
id.wikipedia.org/wiki/Jembatan_Ampera
pipitfebri.blogspot.com
 

Related Posts

Jembatan Ampera Ikon Wisata Kota Palembang
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.