Menurut
cerita pada zaman dahulu kala datanglah dua orang suami istri dari
Cirebon (Jawa Barat) kedaerah/dusun Pampangan yang pada masa itu belum
bernama Pampangan (tanpa nama menurut penulis)
Sang
suami bernama Indragiri Sakti dan sang istri bernama Masayu, kedua
suami istri itu menetap ditempat tersebut hingga mempunyai anak sebanyak
empat orang. Anak pertama sampai ketiga semuanya laki – laki dan
terakhir (sibungsu) yang perempuan.
- Putera sulung bernama Dipo
- Putera kedua bernama Sebagus Putih
- Putera ketiga bernama Seburung Jauh
- Puteri bungsu bernama Raden Ayu
Menurut
cerita puteri bungsu sangatlah cantik, dan kecantikannya terkenal
sampai kemana – mana. Konon mendengar perihal kecantikan Raden Ayu
seorang “Pembesar” dari Palembang ingin Membuktikan sendiri sampai
dimana kecantikan sang puteri itu.
Maka
pada hari yang ditentukan berangkatlah sang “Pembesar“ diiringi
pengawalnya ke Pampangan. Sesampainya disana memang benar kecantikan
sibungsu sangat sukar dicari tandingannya Dan timbullah keinginan sang
“Pembesar” untuk meminang sibungsu. Oleh karenanya maka sang “Pembesar”
bersama pengikutnya untuk sementara menetap dan mendirikan rumah disana.
Tanpa terasa dikarenakan lamanya sang “Pembesar” ternak yang semula
hanya beberapa ekor sampai menjadi ratusan banyaknya. Ternak tersebut
semuanya adalah Kerbau.
Selama
diam ditempat itu sering kali terjadi gangguan – gangguan dari orang
jahat. Namun sang “Pembesar” dan pengikutnya tidak tinggal diam, mereka
mengadakan perlawanan – perlawana. Pada bentrokan terakhir dengan orang –
orang yang mengganggunya, yaitu disuatu tempat yang agak menanjung
(tanjung) pihak “Pembesar” memperoleh kemenangan, sehingga musuhpun lari
meninggalkan tempat itu dan tak pernah datang lagi untuk mengganggu,
maka oleh sang “Pembesar” daerah itu dinamakan Tanjung Menang.
Selanjutnya
tanpa diketahui asal mulanya, sang “Pembesar” tidak jadi meminang Raden
Ayu, dan mereka akan kembali ke Palembang. Semua ternak kerbaunya ikut
dibawa serta, namun untuk menangkapnya sangat sulit, Maka oleh sang
“Pembesar’ diperintahkanlah pengikutnya untuk menangkap ternak itu
dengan Empangan (kandang buruhan) maka dengan mudah semua ternak itu
ditangkap selanjutnya dibawa pulang ke Palembang. Mungkin sebagai
kenangan nama Tanjung Menang dirubah menjadi Empangan oleh “Pembesar”
tersebut. Selanjutnya bertahun – tahun kemudian nama empangan oleh
Gouvernement Belanda berubah Menjadi Pampangan, semakin lama dusun
Pampangan semakin ramai dan terakhir kita kenal sebagi Ibukota
Kecamatan.
Oleh : Rusdiana A Karim
ASAL USUL SEJARAH NAMA DESA PAMPANGAN
4/
5
Oleh
ompay