Header Ads

Breaking News
recent

Perahu Kajang: Rumah di Atas Sungai yang Jadi Ikon Abadi Kayuagung

PERAHU KAJANG, MEMOAR KEJAYAAN PERADABAN SUNGAI

Kayuagung, morgesiwe.com — Sungai bagi masyarakat Kayuagung, Ogan Komering Ilir (OKI), bukan sekadar aliran air. Ia adalah urat nadi kehidupan, ruang perjalanan, dan tempat tinggal. Di masa lalu, masyarakat Kayuagung dikenal sebagai “manusia sungai” yang lebih nyaman mengarungi arus ketimbang melangkah di darat. Dan di antara riak sejarah itu, ada satu warisan budaya yang kini jadi simbol: Perahu Kajang.

“Perahu ini bukan sekadar alat transportasi, tapi rumah berjalan,” kata Yosa Rizal, S.Pd, budayawan OKI, saat berbincang dengan morgesiwe.com. Perahu Kajang, kata Yosa, adalah perahu khas masyarakat Kayuagung yang dahulu digunakan untuk tinggal berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun di atas sungai. Di dalamnya, satu keluarga bisa hidup bersama, menjadikan sungai sebagai halaman depan dan belakang rumah mereka.

Ukuran perahu ini terbilang besar, panjangnya sekitar 8–10 meter dan lebarnya mencapai 3 meter. Terbuat dari kayu rengas, Perahu Kajang punya atap dari daun nipah yang dibagi dalam tiga bagian: kajang tarik (bagian depan), kajang tetap (bagian tengah), dan tunjang karang (bagian belakang). Ciri khas lainnya adalah "selungku", tonjolan di bagian depan perahu yang menyerupai kepala, menjadi identitas kuat perahu khas Kayuagung ini.

Tak hanya sebagai rumah, Perahu Kajang juga memegang peran penting dalam roda perekonomian masa lalu. Dari Kayuagung, perahu-perahu ini penuh muatan tembikar dan hasil bumi menyusuri sungai menuju Palembang. Mereka singgah di dermaga Sungai Rendang, dan menjual hasil dagangan di Pasar 16 Ilir. Dari sana, perahu kembali ke hulu membawa kebutuhan pokok untuk masyarakat di kampung-kampung ulu.

Namun, seiring masuknya produk-produk rumah tangga impor dan berkembangnya moda transportasi darat, keberadaan Perahu Kajang mulai surut. Tahun 1980-an ditandai sebagai masa-masa terakhir perahu ini berperan aktif di perairan. Rumah-rumah yang dahulu menghadap sungai pun perlahan membelakangi air, memilih jalan raya sebagai arah baru.

Meski begitu, warisan ini tak benar-benar hilang. Di bawah kepemimpinan H. Ishak Mekki, Bupati OKI saat itu, ikon Perahu Kajang justru bangkit dalam rupa yang lebih monumental: Gedung Olahraga Segitiga Emas di pusat kota Kayuagung.

Bangunan ini didesain menyerupai Perahu Kajang dengan atap membran antikobaran api dan mampu menampung lebih dari 5.000 orang. Gedung tersebut bukan hanya simbol sejarah, tapi juga pusat kegiatan olahraga, budaya, dan masyarakat. Pada Maret lalu, GOR ini menjadi lokasi STQ XXII Tingkat Provinsi Sumatera Selatan, di mana para qori-qoriah dari 15 kabupaten/kota berkumpul menebar syiar Islam.

Kini, selain gedung, berbagai monumen dan cenderamata berbentuk miniatur Perahu Kajang terus dibuat. Simbol ini tidak sekadar mengingatkan masa lalu, tapi juga menjadi penanda jati diri masyarakat Kayuagung yang pernah hidup dalam keakraban abadi dengan sungai.

Sebuah pantun dari sastrawan Syam Asinar Radjam menjadi penutup yang menggugah:

"Lajulah laju selungku kajang belakangi ulu.
Kayuh dayung tinggalkan jauhi Kayuagung.
Bawa tembikar angkut tikar. Perahu terlindap atap.
Titi singgahi dusun-dusun tepi. Bongkar muat barang setiba Bandar Palembang.
Beli pitir emas beli sabut kain. Perahu kajang mengulu pulang.
Zaman berubah, manusia-manusia setia pada arus sungai perlahan hilang."

Adi Yanto
Kasubag Humas, Informasi, dan Pemberitaan Setda OKI

Diberdayakan oleh Blogger.